site

Rimas dibanjiri orang asing – Sinar Harian

SEJAK Baru-baru ini, masalah yang disebabkan oleh orang asing menjadi perbincangan hangat di media sosial. Mereka semakin berani membangun pemukiman sendiri lengkap dengan fasilitas seperti toko kelontong dan sekolah.

Sikap mereka juga kurang disukai oleh warga setempat karena tingkah laku dan ‘kepala besar’ mereka yang diperlihatkan seolah-olah orang asing memiliki hak dan kekuasaan khusus di negeri ini.

Mengapa orang asing berani bersikap seperti itu? Apakah kartu yang dikeluarkan oleh badan United Nations High Commission for Refugees (UNHCR) itu merupakan izin besar bagi kelompok yang bersangkutan untuk dianggap berkuasa dan tidak dikenai tindakan apapun?

Baru-baru ini, sebuah video menjadi viral yang memperlihatkan seorang etnis Rohingya yang mengklaim bahwa aktivis komunitas Mohd Sophian Mohd Zain datang ke tempat bisnis milik kelompok etnis tersebut untuk mengganggu urusan mereka.

Individu tersebut juga mengklaim bahwa masyarakat Rohingya di negara ini tidak pernah mencampuri urusan masyarakat setempat, bahkan bekerja sendiri untuk mencari nafkah.

Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan bagaimana kelompok yang bersangkutan dapat berbisnis dengan leluasa? Jika tidak ditertibkan, bukan tidak mungkin suatu saat para pendatang akan memutus mata pencaharian masyarakat setempat.

Sinar Harian baru-baru ini mengungkapkan laporan eksklusif tentang masuknya pengungsi Rohingya di Bagan Dalam, Penang.

Sikap mereka tidak disukai terutama dari aspek kebersihan. Mereka dengan polosnya memuntahkan daun sirih ke mana-mana, sehingga menimbulkan masalah bagi warga sekitar.

Tentu saja, jika hal-hal seperti itu berlarut-larut, akan semakin membuat suasana dan membuat masyarakat setempat ‘bersepeda’ di tanahnya sendiri.

Itu pun belum termasuk kasus kriminal yang melibatkan orang asing, penguasaan di suatu daerah khususnya di Lembah Klang dan berbagai hal lain yang menimbulkan keresahan dalam negeri.

Awal Februari lalu, negara juga dihebohkan dengan ditemukannya pemukiman ilegal warga asing di Nilai Spring, Nilai yang digerebek Departemen Imigrasi Malaysia, Negeri Sembilan.

WNA yang tinggal di desa seluas 29.000 meter persegi atau seluas dua lapangan sepak bola itu diketahui menggunakan genset untuk suplai listrik, selain itu ada 30 bangunan rumah kayu untuk tempat tinggal, toko kecil dan sekolah yang sudah silabus dari negara tetangga.

Bayangkan, pemukiman ilegal bisa berkembang menjadi ‘pemerintahan kecil’, tumbuh dengan melahirkan lebih banyak generasi yang kemudian akan menuntut hak yang sama seperti yang dinikmati rakyat Malaysia, terutama menyangkut aspek kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan.

Oleh karena itu, pemerintah, penegak hukum dan berbagai instansi terkait perlu bekerja keras dan memperbanyak upaya dalam hal pengawasan dan penindakan.

Pemerintah harus bertindak tegas terkait isu pengungsi Rohingya yang masuk ke Tanah Air, termasuk tidak menerima mereka mulai saat ini.

Begitu juga dalam hal penegakan hukum. Pemerintah disarankan untuk menerapkan hukuman yang sama terhadap pendatang gelap (PATI) seperti pelaku lainnya, baik penjara maupun cambuk untuk memberi pelajaran.

Seperti diketahui, Malaysia gigih dalam menangani persoalan asing melalui berbagai jalur diplomasi dan forum internasional, khususnya kerja sama antar negara ASEAN, namun entah mengapa, nasib seringkali tidak berpihak pada negara tersebut.

Masalah yang dihadapi Malaysia dalam masalah orang asing dipandang tidak ada habisnya tetapi kami tidak punya pilihan selain mencoba untuk mengakhiri masalah tersebut.

Bukan hanya untuk menjaga citra Malaysia, tetapi juga untuk menjamin keamanan sosial dan ekonomi negara.

* Nurfardlina Izzati Moktar adalah reporter Sinar Harian

Data Pengeluaran HK

Togel

Togel Singapore

Result Sidney Hari Ini

Data Result SDY